Masa Pendudukan Militer Jepang di Indonesia terhitung singkat, sekitar 3,5 tahun dari tahun 1942-1945. Pada masa sesingkat itu, Jepang “sempat” membangun jalur kereta api di dua lokasi, yaitu jalur Muaro-Pekanbaru di tengah Pulau Sumatera dan jalur Saketi-Bayah di Banten selatan. Keduanya ditujukan untuk pengangkutan batubara sebagai sumber energi terutama untuk peralatan perang. Pembangunan kedua jalur itu menggunakan tenaga kerja paksa yang disebut Romusha.
Jalur Saketi-Bayah membentang sepanjang 89 km dari Saketi hingga Bayah di pantai selatan Jawa (Samudera Hindia). Jalur ini diteruskan hingga tambang batubara muda di Gunung Madur. Menurut catatan jumlah Romusha yang dikerahkan untuk pembangunan jalur ini sekitar 25-55 ribu pekerja. Proses pembangunannya relatif singkat! Hanya sekitar 1 tahun dari Februari 1943 hingga Maret 1944. Namun, tidak terhitung banyaknya korban jiwa yang timbul dari pembangunannya, hingga jalur ini bersama dengan jalur di Pekanbaru, dijuluki sebagai Jalur Maut (Death Railway).
Dalam upaya membuat dokumentasi tentang riwayat Jalur Saketi-Bayah beserta kisah Romusha-nya, Studio Eko Nugroho dengan kerja sama dan dukungan penuh Kereta Anak Bangsa, membuat film dokumenter yang diberi judul “Bunga Kering Pembatas Buku” yang juga diperuntukkan bagi dokumentasi untuk Okunoto Triennale Japan. Film dokumenter ini mengupas jejak sejarah Romusha terutama yang terkait dengan pembangunan jalur Saketi-Bayah dengan cara melakukan wawancara kepada saksi hidup yang masih ada maupun merujuk kepada berbagai referensi tentang jalur ini dan juga mendokumentasikan jejak peninggalan bersejarah yang masih bisa dijumpai.
Kereta Anak Bangsa turut aktif berkontribusi dengan memandu dan mendampingi tim dokumentasi saat melakukan dokumentasi lapangan untuk materi film serta juga memberikan dukungan berupa tulisan dan foto sebagai salah satu referensi sejarah dan profil Jalur Nonaktif Saketi-Bayah.